Keyakinan nenek moyang
orang batak, mempercayai adanya tiga alam, yang disebut dengan Alam atas (Banua ginjang) di mana di percaya
Tuhannya berada (Hadewataon), Alam Kehidupan dimana manusia berada (Banua
Tonga) dan Alam Bawah dimana Manusia yang telah meninggal berada (Banua Toru).
Ketiga Alam tersebut digambarkan
dalam bendera batak, dimana dalam Upacara ritual didirikan bendera didepan
berwarna hitam, di kanan berwarna putih dan di kiri berwarna merah.
Dalam aktifitas adat batak
juga digambarkan ketiga alam tersebut dengan peran Hula-hula, Dongan Tubu dan
pihak parboru.
Ciri tersebut juga di
gambarkan dalam benang tiga bolit yang menggambarkan tiga alam yang saling
berkaitan sebagai ciri “Bangso Batak”
yang selalu ingat akan asalnya, kehidupannya dan kembalinya nanti.
Itulah sebabnya orang batak
menaikkan doa dan persembahannya diatas 3 kaki yang disebut dengan “Langgatan”.
Tolu do pat ni langgatan, tolu goli-golina
Sada ihot do na salu I, sitolu suhi, sitiga goli-goli
Doa dan persembahan diangkat dan dipanjatkan melalui ketiga
pilar tersebut kepada Ompu Mulajadi Nabolon (pada saat ini tentu doa dan persembahan diangkat pada keyakinan masing-masing pribadi, namun ketiga pilar adalah ciri yang tidak dapat dirubah untuk menjadi jati diri seorang batak).
Dengan demikian sebagai orang batak haruslah memiliki ketiga
ciri pilar tersebut, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih seperti
kaki langgatan.
Pilar tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai :
I. Bonana
(Batangnya) atau silsilahnya. Menghargai silsilah leluhurnya sebagai jalan kehidupan
berada di dunia ini. “Mula ni bangso,
mula ni batak, mulani Houm dohot mulani marga (awalnya bangsa batak dimulai
dari kaum dan marga). Sian Tarombo batak tarida marga dohot Houm
(dari tarombo bataklah diketahui marga dan kaum). Bagi masyarakat batak sangat
menghargai satu dengan yang lain, maka untuk penghargaan setiap keturunan
tersebut, siapapun orangnya, miskin ataupun kaya selalu menghargai keturunan
satu sama lain dengan menyebut raja. Sehingga dengan mengetahui tarombo dia
sudah menunjukkan seorang batak. Dengan tarombo pula partuturan (tali
persaudaraan) diberikan penghargaan pada orang yang tepat. Karena tarombo akan
menjadi penunjuk siapa kah yang tertua yang layak mendapat penghargaan
(Fasilitas) namun sekaligus juga amanat (tanggung jawab).
II. Ngoluna
(Aktifitas kehidupannya). Membentuk dirinya “Parhata Raja dohot Paradat Raja, sian patik dohot uhum batak”
(Pembicara yang tegas bijaksana dan menjalankan adat yang benar berdasarkan
aturan dan hukum yang dapat diterima semua orang). Maka tidak jarang dalam
acara adat batak, seharian penuh dengan acara adat. Sedangkan isi dari adat itu
sebenarnya adalah pemberian penghargaan sesuai peran yang dihargai, sehingga
dapat diterima dan disahkan oleh hadirin yang hadir sebagai saksi. Maka bagi
seorang batak apabila mendapat sebutan “ndang maradat”(tidak memiliki adat)
adalah sangat hina.
III. Rupana
(warna fisiknya). Membawa citra seorang batak. Menghargai Leluhurnya, menjaga harta pusaka, sehingga keturunannya
dapat mengingat, menghargai dan mengenal leluhurnya, membuat “Tambak na pir”
yaitu tempat tulang belulang leluhur ditempat yang tidak rusak oleh alam(inilah sebabnya orang batak berlomba-lomba membangun tugu masing-masing keluarganya, namun terjadi pergeseran pandangan dari tambak na pir menjadi tambak na timbo dan besar untuk menunjukkan kehebatan keluarganya).
Inilah yang disebut juga dengan Menghargai Pusaka peninggalan leluhur contohnya
Ulos dan lain sebagainya. Dengan melihat saja kita tau dia seorang batak,
dengan melihat respon terhadap marga lain dia seorang batak (mangkuling mudarna), siap bela kawan
(dah ketauan bataknya).
Demikianlah
ketiga hal tersebut membentuk jadi diri seorang batak. Jangan sebut dirimu Batak
bila tidak mengetahui Tarombo sebagai dasar untuk bertutur sapa antara keluarga
dan kaum mu. Jangan sebut dirimu Batak bila tidak memiliki adat dan perkataan
raja bertutur kata yang tegas lugas namun sopan memiliki adat yang benar.
Jangan sebut dirimu Batak bila dalam kehidupanmu tidak menunjukkan ciri
kebatakan mu yaitu menggunakan ulos saat acara adat, memberi penghargaan batu na pir pada leluhur dan bangga
menunjukkan jati dirimu sebagai orang batak.
Belajarlah menjadi seorang batak yang sejati, bukan batak yang menjadi bahan olokan anak-anak(batak makan babi) atau di perkotaan (batak itu pencopet), atau di lapo (batak itu peminum tuak), sumber gaduh (suka nyanyi dan gitaran yang keras di malam hari), Tukang bungakan uang (parkoperasi) atau batak banyak taktik sehingga tidak dapat dipercaya.
Karena semua seorang batak dapat saja menganut semua agama dan kepercayaan yang dipilihnya, namun seorang batak tidak dapat merubah dirinya menjadi suku yang lain karena tarombo telah mencatatnya sebagai orang batak. Hanya adat dan citranya yang perlu diasah sehingga Habatahon nya muncul dan bersinar.
Horas ma di hita sude.